Oleh : isnaeni dwi kurniawati
Mahasiswa adalah icon-icon perubahan zaman yang sangat berperan dalam menentukan perubahan itu sendiri. Dengan segala kelebihan yang mereka miliki, baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan kontribusi yang nyata di negeri ini. Mereka adalah aset masa depan yang sangat berharga. Bahkan bisa dikatakan sebagai investasi jangka panjang yang tak ternilai harganya.Tidak semua mahasiswa bisa dikatakan demikian. Hanya mereka yang secara terpilihlah yang bisa meyandang predikat itu. Saya katakan demikian karena memang kenyataannya seperti itu. Ada beribu mahasiswa di negeri ini. Dari ujung barat kepulauan Indonesia hingga ujung timur. Dari Perguruan Tinggi yang ada di Aceh hingga yang ada di Papua sana. Apakah semuanya bisa diandalkan untuk merubah kondisi negeri yang semrawut ini menjadi negeri yang aman, damai, nan sentosa? Yang jelas jangan hanya tersenyum simpul menyaksikan fenomena ini. Ada banyak hal yang bisa kita kaji dari sini.
Salah satunya, kondisi kampus. Ini berperan banyak dalam pembentukan pola pikir mahasiswa. Kondisi pengajar, staf dan karyawan, fasilitas kampus yang ada, dan tata aturan yang berlaku di kampus tersebut akan mendorong bagaimana mahasiswa akan bertidak mensikapi fenomena masyarakat yang terjadi saat itu. Contoh saja, mahasiswa yang menapaki bangku kuliah pada kampus yang sudah maju, memiliki akreditasi yang tinggi, para pengajar yang profesional dan aktif memberikan motivasi pada didikannya, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang memadai dan saling berkompetensi, juga fasilitas lain yang benar-benar mendukung keberlangsungan segala aktifitas di kampus tentunya akan mempermudah mahasiswa dalam berpikir kritis karena disamping sudah berakar dari keinginan diri juga mendapat semacam amunisi dari lingkungan pendidikannya. Berbeda sekali dengan mahasiswa yang menapaki bangku kuliah pada kampus yang memiliki akreditasi rendah, staf pengajar yang biasa-biasa saja, UKM yang hanya memiliki struktur kepengurusan namun nihil akan kegiatan nyata, juga fasilitas yang tidak memadai, maka mahasiswa tersebut akan sangat kurang peduli dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Bisa jadi ia tidak sadar bahwa negerinya kini tengah dilanda berbagai bencana, kondisi ekonomi yang mengecam rakyat, juga fenomena-fenomena lain yang sejatinya menjadi tugas dan kewajibannya untuk merubah kondisi tersebut. Memang, semuanya akan tergantung pada diri masing-masing. Tetapi sungguh ini akan memberikan pengaruh yang besar bagi mahasiswa.
Saya pikir, motivasi dari para dosen lah yang sangat berperan di lingkungan kampus. Mereka yang secara langsung maupun tidak langsung bisa memberikan sumbangsih mereka dalam mengembangkan idealisme yang tertanam. Kalaupun idealisme itu belum tertanam, maka bisa menjadi suatu kemungkinan yang besar bahwa merekalah yang akan menanamkannya. Saya sebenarnya sangat mendambakan para dosen yang selalu mau memberikan motivasi pada mahasiswa untuk terus maju, meningkatkan kualitas diri, dan serta merta memberikan kontribusi nyata di negeri ini. Minimal mereka bisa meluangkan beberapa menit mereka sebelum atau sesudah mengajar untuk memberikan motivasi itu. Akan lebih baik jika saat mereka melakukan transfer ilmu kepada para mahasiswa, semua pengaplikasiannya merujuk pada sebuah relita bahwa saat ini bangsa kita Indonesia membutuhkan para pemimpin yang benar-benar bisa memimpin bangsa ini, bukan membutuhkan para pemimpi. Para pemimpi disini maksud saya adalah seorang yang larut pada keinginan- keinginan semata tanpa sebuah kerja nyata, juga sebuah mimpi yang nantinya hanya memberikan kepuasan diri semata, meninggikan egoisme pribadi tanpa memikirkan bagaimana nasib seluruh masyarakat di negeri ini.
Saya rasa ini tidak sulit bagi dosen. Setidaknya, disamping kewajiban mereka sebagai staf pengajar telah selesai akan ada poin tersendiri layaknya sebuah bonus sebagai ladang amal untuk membantu membangun bangsa ini. Ketika input-input motivasi yang rutin diberikan itu, bisa dikatakan sebagai fase awal yang kontinyu. Tapi mungkin agaknya saya harus kecewa. Jangankan memberikan motivasi, kadang saya menemui dosen yang seolah tidak sepenuhnya memberikan mata kuliah. Pembahasannya terlalu mepet dan sebatas berlalu-lala berputar kesana-kemari. Mungkin beberapa dosen bertujuan mengajarkan mahasiswa agar mereka berkembang mencari segala yang kurang dijelaskannya. Tapi bukan itu maksud saya. Saya justru sangat mendukung jika mereka berlaku demikian. Yang saya sayangkan kadang tidak ada komunukasi yang inten mengenai cara yang mereka lakukan padahal dalam komunikasi tersebutlah ada celah-celah yang bisa dimasuki untuk menumbuhkan semangat mahasiswa dalam mengarungi perjalanan perkuliahannya yang akan memberi dampak yang besar. Kemudian mungkin yang menjadi kendala yang lain, para dosen sering korupsi waktu. Sering mereka keenakan melihat mayoritas mahasiswa yang kegirangan saat perkuliahan dituntaskan lebih awal. Dan, itu berarti mereka tidak memperhatikan minoritas mahasiswa yang ada?
Mungkin itulah yang masih perlu kita bangun bersama. Sebuah niatan yang suci menuju sisi moralitas yang handal. Ketika mahasiswa dengan segala idealismenya untuk menghantarkan negeri ini menuju kesejahteraan yang hakiki namun terbentur dengan realita segi moralitas yang kian merosot, maka tidak menutup kemungkinan idealisme yang terbangun itu akan sedikit demi sedikit melemah, merosot, berhamburan seperti buih di lautan yang tida berguna. Tentunya jika mahasiswa tidak mengimbanginya dengan aktifitas lain yang mampu mnguatkannya idealismenya itu.
Bagi saya, dosen bisa dijadikan sebagai cerminan. Ketika saya melakukan sesuatu yang menurut saya benar, kemudian saya melihat dosen saya juga berlaku demikian, maka hal tersebut biasanya akan semakin memperkuat intuisi yang ada di jiwa saya. Saya akan lebih meningkatkan apa yang saya lakukan karena seolah mendapatkan "teman" dalam jengkal langkah ini. Ketika ada sesuatu yang saya lakukan namun di saat yang bersamaan saya menyaksikan sebuah pemandangan yang bertolak belakang dengan apa yang saya lakukan, dan itu dilakukan oleh dosen saya maka akan mengajak otak saya untuk berpikir ulang apakah yang saya lakukan itu sudah betul atau belum. Jika memang terbukti saya benar, maka saya akan bertahan dan jika terbukti saya salah maka saya akan berusaha memperbaiki hal tersebut. Itu hanya contoh kecil dari saya, dan saya percaya banyak mahasiswa yang menganggap dosen sebagai sebuah cerminan. Itulah salah satu alasan mengapa penting sekali peran dosen dalam membangun idealisme mahasiswa.
Ada sebuah kondisi yang memaksa diri mahasiswa tidak berkembang. Mahasiswa ditutut untuk stagnan dengan situasi yang terjadi. Selain kondisi kampus, juga kaitannya dengan aktifitas lain yang digeluti mahasiswa di luar jam pekuliahan. Apa yang mereka lakukan saat waktu luang, bagaimana mereka memanfaatkannya agar waktu yang ada tidak berpredikat sebagai sebuah kesia-siaan. Mungkin, untuk mereka yang sudah terbiasa bekerja di luar jam kuliah itu sudah menjadi agenda rutin yang tak bisa diganggu. Namun bagi mareka yang hanya terobsesi pada kuliah? Saya rasa ini juga terjadi banyak perbedaan. Sekarang kita bandingkan mahasiswa yang aktif, baik di kampus maupun di luar kampus, dengan mahasiswa yang "study oriented". Mahasiswa yang memiliki aktifitas lain selain kuliah, akan mendapatkan pelajaran tambahan berupa softskill yang secara langsung mereka aplikasikan dan tidak mereka dapatkan pada bangku kuliah. Kita tahu sendiri bukan, bahwa tidak ada materi-materi lain yang diajarkan selain materi kuliah yang kadang sebagian besar mahasiswa menganggapnya sebagai hal yang amat membosankan. Di sinilah perannya. Bukan sekedar pengisi waktu luang saja, akan tetapi lebih menuju kepada peningkatan kualitas diri menggapai sebuah cita-cita dan arahan hidup yang jelas. Kita tengok mereka yang hanya diam. Berangakt kuliah, pulang ke tempat kos atau ke rumah mereka, atau mungkin berbelok arah dulu sebelum pulang untuk nongkrong di mall-mall atau di kafe-kafe. Mereka seolah-olah tidak merasakan perjuangan hidup yang nyata. Sungguh hedonis!
Berbahagialah mahasiswa yang sangat mengerti urgensi waktu dalam kehidupan ini. Ia tahu betul apa yang bisa ia lakukan untuk memberi manfaat kapada masyarakat. Dan kembali lagi saya ingin menegaskan bahwa peran dosenpun dalam hal ini amatlah diperlukan.
Kepada para dosen, saya sangat berharap beliau-beliau itu bisa memberikan kontribusi dalam membangun idealisme mahasiswa, agar investasi-investasi masa depan itu tidak punah dari kemiskinan berpikir, agar perkembangan di negeri ini benar-benar dinamis, bukan sebuah kestatisan yang dipelihara berlama-lama, dan yang tak kalah penting yaitu mereka sekaligus bisa menjadi teladan bagi mahasiswa yang mereka ajar.
Wahai pak dosen, bu dosen, dengarkanlah suara hati dari seorang mahasiswa yang ingin maju ini. Percayalah! Seandainya kalian bersedia berperan, maka tidak ada lagi kesia-siaan. Sekali lagi, meski semuanya akan kembali kepada diri mahasiswa, peran kalian sungguh amat diperlukan. Selamat berjuang!
Denpasar, 4 Desember 2009