Ingin Mendekapmu Lagi, Hingga Kau Tertidur Lelap - Niswa Djupri

Breaking

Selasa, 05 April 2011

Ingin Mendekapmu Lagi, Hingga Kau Tertidur Lelap

: Sekelumit kisah masa kecil yang kupersembahkan untuk para ibu dan anak yang saling mencintai.


Malam ini aku tidak bisa tidur, Mak. Aku begitu memikirkanmu. Semoga tidurmu pulas. Tak seperti diriku yang masih glimpungan di atas kursi hijau yang menjadi teman tidurku setiap rasa kantuk itu datang. Pikiranku tengah melayang jauh menuju ke tempatmu berada. Di mana mungkin saja Emak telah terlelap dalam malam yang indah.

Ooooh, tidaaaak..!! Tiba-tiba saja aku tersadar, bahwa aku sudah 3 tahun di sini. Di Bali yang kata orang, pulau ini adalah pulau paling indah. Selama 3 tahun itu pula aku sudah tidak bisa tidur denganmu seperti dahulu. Aku ingin tidur di sampingmu lagi. Mendekapmu erat hingga Emak bisa tertidur lelap.

Apa kabarmu malam ini, Mak? Esok, lusa, dan seterusnya. Semoga kabarmu selalu baik-baik saja, karena aku selalu mendoakanmu.

Mak, sekarang kakiku sakit. Sakit yang teramat sangat. Sakit yang dari kecil yang juga begitu menyiksaku. Aku ingat ketika waktu itu ketika usiaku 5 tahun. Emak menggendongku ketika aku menangis kencang karena sakit di kakiku yang tak bisa aku tahan. Emak menggendongku, aku bisa merasakan getaran di tubuhmu, Mak.

Aku bisa merasakan degupan kencang di jantungmu, Mak.

Aku bisa merasakan desiran darah yang mengalir deras dalam dirimu, Mak.

Aku tau ketika airmatamu sempat menetes di pipimu yang belum kelihatan keriput.

Dan tubuhku pun basah karena terkena keringatmu, Mak.

Bukan... bukan keringat keluar karena Emak lelah menggendongku, Mak. Tapi karena Emak takut aku semakin tidak bisa menahan sakit di kakiku yang aku sendiri tak tau apa penyebabnya.

Saat itu pukul 20.15 wib, aku ingat itu. Emak mengajakku keliling rumah. Tetangga pun bertanya pada Emak ketika aku menangis. Dengan nafas tersengal emak berkata,

“Anakku sakit. Kaki anakku sakit karena terlampau payah menungguku bekerja di pasar. Tiap hari sepulang sekolah, dia menuju ke pasar, kemudian menungguku berjualan sampai jam tutup toko tiba. Dia bermain-main dengan karcis retribusi pasar yang dia anggap itu uang. Terkadang, dia keliling pasar dengan harapan menemukan karcis retribusi sebanyak-banyaknya agar bisa dibuat mainan di rumah kecil yang ia tinggali.”

Tubuh emak masih saja gemetar, dan melanjutkan kalimatnya.

“Sekarang dia menangis. Dia menangis karena diriku yang tak mampu menjaganya karena kesibukanku. Tolong beri obat untuk kaki anakku ini.”

Begitulah kalimat panjang yang kau ucapkan, Mak. Tetangga yang baik itu memberi balsam berwarna hijau kepadamu. Kemudian Emak oleskan di kakiku dengan penuh kelembutan. Setelah itu kakiku mulai menghangat seiring dekapanmu yang terus juga semakin erat. Mulai saat itu, aku berjanji akan selalu membuatmu bahagia meski sampai sekarang aku tak tau bagaimana caranya.

Terimakasih, Mak. Aku sangat mencintaimu. Sangat.. dan teramat dalam... Dan sekarang, aku bisa mengatasi sakit di kaki ini ketika kaki ini mulai lelah. Memang, perjuangan ini butuh istirahat sedikit saja, agar bisa mengenang semua kenangan indah bersamamu.



01.32 wita
Denpasar, 5 April 2011
Niswa Ma’rifah Djupri