Saat pertama kali muncul bintik-bintik cacar seminggu yang lalu. Aku sempat merasa sedih. Aku selalu berpikir dan bertanya pada Tuhan, “Tuhan, kenapa aku bisa sakit cacar air untuk ke dua kalinya?”
Ada sesuatu yang sempat membuat aku takut. Entah apa. Yang jelas, dalam pikirku, aku pasti bosan seminggu mendekam di kamar. Pasti hanya tidur, kemudian hanya bisa duduk di depan laptop sambil menulis apa saja. Dan pasti membosankan.
Tanpa diduga sebelumnya, Tuhan memang Maha OK. Tuhan memberi apa yang tidak aku minta. Sungguh tak menyangka, ada seseorang yang dikirim Tuhan untukku. Dan ini benar-benar saat yang tepat. “Ooooh terima kasih, Yaa Rabbii. Padahal aku tidak meminta Engkau mengirim seorang teman padaku. Aku janji tidak akan menanyakan lagi kenapa aku harus sakit cacar air untuk yang ke dua kalinya. Engkau memberi hadiah di saat yang tepat.”
Sakit seminggu ini yang mendekatkan aku padanya. Ketika aku sedang memikirkan sakitku, dia yang mampu membuat aku tertawa.
Dia? Dia siapa? Entah. Aku juga tidak tau dia siapa. Yang aku tau, dia adalah orang gila yang istimewa. Dia yang mampu membuat aku serasa berlarian di sore hari. Dia yang mampu membuat aku serasa merasakan kencangnya hembusan sang angin. Dia yang membuat aku serasa selalu disuapi setiap kali makan. Dia juga mampu membuat aku serasa mampu mengayuh sepeda sejauh mungkin. . Dan dia yang mampu membuat aku serasa bisa mandi setiap hari. hehehe… *uuupss..!*
Pagi, siang, sore, dan malam, tak henti-hentinya kami saling menciptakan tawa satu sama lain. Semua waktu terasa sama, indah. Padahal dulu sempat aku tidak berkenan jika malam hadir sampai aku sering berhayal untuk diberi mukjizat agar aku bisa menggenggam senja hingga senja itu tak mampu berubah menjadi malam. Walaupun malam sangat indah dengan para bintangnya, namun malamlah yang selalu menyudutkanku pada titik kerinduan tentang hal lalu. Malam selalu sepi, dan sangat sepi.
Kini malamlah yang membuat aku semakin dekat. Dekat, dekat, semakin dekat. Dan lagi-lagi, tawa itu muncul dengan lebih semringah. “Horeeee, aku punya teman baruuu,” jeritku dalam hati tanpa ia mendengarnya.
Terima kasih teman. Walaupun aku gila, tapi aku akan selalu berusaha untuk menjadi orang yang normal di dalam dunia gilamu yang naik turun.
10.56 wita
Denpasar, 23 Mei 2011
Niswa Ma’rifah Djupri