Dulu waktu kecil, bapak semakin memarahi aku kalau aku dimarahi tapi diam saja. Bapak senang jika bapak memarahiku tapi aku berani bicara balik. Katanya aku harus membantah jika aku merasa benar. Bapak semakin kecewa ketika aku merasa benar tapi diam saja.
Bapakku memang keras, tapi selalu berbeda. Bahkan ketika aku dibelikan motor Honda Supra yang baru beli 3 bulan, aku ditabrak seseorang yang ngebut di jalan kebetulan lokasi di dekat rumah, bapakku tidak marah padanya, bapak juga tidak marah padaku. Para tetanggaku saat itu sempat marah dan emosi pada si penabrak, tapi melihat bapakku sendiri saja yang santai luar biasa, malah mempersilahkan si penabrak mampir di ruang tamu, jadinya para tetangga juga menurun emosinya. Akhirnya pun aku susah jalan selama 3 minggu. Bapak tidak menuntut sedikitpun pada si penabrak.
Darinya aku belajar banyak hal, sabar dan tegas. Aku sempat merasa bapak terlalu sibuk dengan kegiatannya dan aku merasa tidak dihiraukan. Setelah banyak kejadian yang aku alami, bapak sadar kalau segala pekerjaan tidak ada artinya jika anak sendiri merasa kesepian. Setahun sebelum bapak meninggal, bapak semakin sayang padaku sampai di akhir hayatnya.
Bapak sering berkata aku tidak boleh bersedih di depan orang lain. Sesedih apapun itu. Di saat bapak meninggal, aku sedang berada di Bali. Sampai rumahpun aku sudah tidak bisa melihat bapakku lagi karena bapak sudah dimakamkan. Seandainya siapapun itu jadi aku, mungkin sangat amat berduka sampai sekarang dan menyesal luar biasa.
Ingat bapak yang sering menasehatiku banyak hal termasuk untuk tidak sedih di depan orang lain, aku bahkan tidak menangis saat bapakku meninggal. Aku pikir, kalau aku menangis, siapa yang menguatkan ibuku dan adikku?
Banyak orang bertanya "Kok kamu tidak menangis sedikitpun?" Aku hanya tersenyum, dan berkata dalam hati, "Semua karena bapakku yang hebat.!"
---------------
Niswatul Ma'rifah binti Djupri
---------------
